Apakah Indonesia Masih Mampu Menjalankan Politik Luar Negeri Bebas Aktif?
Dalam sepuluh tahun terakhir ketergantungan Indonesia dalam menerima bantuan luar negeri (2012-2022) dalam bentuk hutang, hibah, transfer teknologi dll semakin membesar karena pemerintah membutuhkan uang untuk pembangunan negara sementara ketersediaan sumber daya manusia kualitas tinggi masih sangat sedikit di Indonesia, bahkan Indonesia hanya menempati rangking 152 (2022) dalam indeks global pembangunan manusia. Di sisi lain masyarakat membutuhkan kualitas standar hidup yang layak dan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar tetapi pemerintah menyadari sangat sulit untuk mampu dipenuhi hingga saat ini.
Solusi yang diambil adalah menarik investor asing untuk penanaman modal di Indonesia dan mencari pinjaman luar negeri dengan berbagai skema baik skema bilateral dan skema multilateral. Pinjaman luar negeri menjadi kebutuhan pokok yang mendesak karena Indonesia harus mengejar pembangunan infrastruktur skala masif jika investor luar negeri ingin masuk ke Indonesia. Tujuannya jelas bisa memberikan pekerjaan kepada masyarakat luas. Sehingga bisa memperbaiki kualitas hidup. Ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri yang begitu besar sering kali menyulitkan posisi Indonesia dalam memperjuangkan aspirasinya atau kepentingan nasional Indonesia di dunia global.
Sejarah mencatat di era pemerintahan presiden Soeharto khususnya era tahun 1990-an, ABRI nama dari TNI pada waktu itu terkena dampak embargo persenjataan militer yang dilakukan oleh pemerintah Amerika yang menyebabkan kemampuan Indonesia menurun drastis untuk perang skala besar. Lepasnya Timor-Timur (1998-2000) menunjukkan kemampuan intelijen negara dibuat lemah oleh Blok Barat maka Indonesia menjadi negara sangat lemah dalam keamanan. Amerika dengan program sponsor ideologi untuk merusak citra masyarakat Muslim di wilayah Arab dan wilayah Asia Tenggara juga memukul Indonesia dengan banyaknya tragedi bom bunuh diri yang terjadi mulai dari bom bunuh diri di sejumlah gereja di malam Natal, bom Bali, bom Hotel Marriot dan maraknya organisasi garis keras beroperasi di Indonesia yang dibiayai oleh Blok Barat bekerja dengan baik dan sukses. Nama Indonesia hancur di panggung dunia menjadi negara yang sangat lemah dan tidak berdaya.
Era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai menjalankan program politik luar negeri untuk memperbaiki citra Indonesia di luar negeri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat aktif berbicara mengenai peran baru Indonesia di forum dunia dan secara perlahan citra Indonesia mulai terangkat di panggung dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat aktif dalam kegiatan forum internasional yang membawa pengaruh besar kepada citra Indonesia di luar negeri. Nama Indonesia mulai bangkit dan di kenal oleh masyarakat dunia.
Kemudian setelah era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia mempunyai presiden baru yaitu Presiden Joko Widodo (Dikenal dengan nama Jokowi). Pemerintahan Jokowi mulai membenahi infrastruktur Indonesia yang sangat tertinggal 30 tahun dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Tetapi pemerintah Joko Widodo menyadari untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan dana, sumber daya manusia, inovasi teknologi tingkat tinggi.
Hal itu yang menjadi persoalan serius yang harus segera dibenahi. Maka skema pinjaman luar negeri seperti Proyek Kereta Api Super Cepat Jurusan Jakarta-Bandung dari pemerintah China menjadi jalan untuk mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur, proyek IKN (Ibu Kota Negara) di pulau Kalimantan dengan menggunakan cara mengundang investor global untuk menanamkan modalnya di IKN sebagai cara bagaimana pembangunan bisa tetap berjalan di tengah keterbatasan dana dan sumber daya manusia berkualitas tinggi. Pemerintahan Joko Widodo banyak memperbaiki perizinan investasi internasional supaya bisa bekerja secara cepat dan efisien. Karena Presiden menyadari tetangga-tetangga Indonesia, seperti Malaysia, Filipina, Laos dan Vietnam, negara-negara tersebut mampu bekerja lebih cepat dalam menarik investor global ke negara mereka, hal itu yang menjadi perhatian besar pemerintah Joko Widodo mengenai bagaimana menaikan citra baru yang menarik di mata investor global supaya mau untuk menanamkan investasi di Indonesia, khususnya di investasi infrastruktur dan investasi manufaktur.
Kebutuhan modal keuangan dalam jumlah besar dan modal teknologi untuk memperbaiki kualitas kehidupan rakyat Indonesia menjadi tantangan tersendiri karena seringkali bersinggungan dengan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Contoh kasus terbaru adalah dicabutnya status Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia Usia-20 tahun karena adanya suara vokal yang menentang kedatangan tim nasional Israel untuk bertanding di Indonesia yang menyebabkan Indonesia mengalami kerugian di bidang ekonomi dan di bidang olahraga. Indonesia juga sering mendapatkan tekanan politik dalam implementasi Green Energy dari Eropa dan Amerika. Karena mereka mempunyai kepentingan besar dalam mensuplai energi bersih dari hutan tropis di Indonesia ke negara mereka.
Ini semua menjadi tantangan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia untuk mampu bersikap dan berdiri mandiri terhadap tekanan dari Blok Barat dan negara lainnya yang mempunyai kepentingan besar di Indonesia. Satu hal yang harus diingat adalah untuk menjalankan politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia harus kuat secara politik dan secara militer karena tekanan-tekanan dari negara luar kepada Indonesia akan semakin meningkat di masa mendatang. Jika kita sama sekali belum mampu untuk mengurangi ketergantungan ekonomi dan teknologi dari negara luar maka akan sangat sulit untuk bisa berdiri secara independen di panggung politik global.
Ingat satu hal bahwa kita hidup berbangsa dan bernegara adalah untuk jangka panjang dan selama-lamanya. Untuk itu harus di mulai dipikirkan Design Thinking kebijakan politik luar negeri Indonesia yang baru. Mau dibawa kemana negara ini saat ini dan di masa mendatang. Hal ini harus mulai dipikirkan saat ini dan hasilnya akan dirasakan di masa mendatang.
Comments
Post a Comment